Lita namanya. Di
antara puluhan bahkan ratusan muda-mudi yang berstatus mahasiswa, dia
adalah salah satu yang sangat enggan berbicara tentang politik. Baginya,
politik itu sama saja seperti angin yang ada, tapi tidak ada. Karena
dia tak ingin melihatnya, tidak ingin membahasnya, apalagi terlibat di
dalamnya. Ini lebih haluslah ketimbang mengibaratkan politik seperti
sampah yang kotor dan penuh kebusukan, begitu ujarnya.
Pun sampai pada akhirnya dia masuk ke dunia kerja. Bertemu lebih banyak
orang lagi dengan berbagai rupa dan warna pada kepribadiannya. Orang
orang yang sebagian serupa dengannya dalam memandang kata politik bahkan
orang orang yang terlibat di dalamnya. Namun sayang, kenyataan yang dia
temui justru membuatmya semakin ngeri melihat kata politik. Semakin
“jijik”, ungkapnya.
Beberapa fakta yang sangat mencengangkan dan sudah tentu dibalik fakta
itu ada lebih dari milyaran uang yang ternyata milik rakyat tapi
digunakan untuk kepentingan pribadi. Kekuasaan dijadikan tameng untuk
meraup sebanyak-banyaknya keuntungan sendiri. Bahkan, kekuasaan
dijadikan alat untuk menutup mulut orang-orang yang tahu akan kekejaman
tingkah lakunya pada warga. Melihat dan menemui sendiri fakta fakta
seperti itu, bagaimana tidak, pemudi bernama Lita ini bisa menjatuhkan
kepercayaannya pada partai politik.
“Dulu, saya golput. Anti partai, krisis kepercayaan dengan para pemimpin
busuk negeri ini. Golput bagi saya adalah pilihan, pilihan untuk tidak
memlih,” jelasnya.
Itulah sebuah pilihan baginya. Pilihan untuk tidak memilih, karena
memang baginya tidak ada yang layak dan pantas untuk dipilih. Setelah
menemui fakta fakta yang sangat berlawanan dengan pemberitaan media yang
cantik dan mengatasnamakan wibawa.
Seiring berjalannya waktu, pindah lokasi kerja, bertemu kawan kawan
baru. Akhirnya Lita bertemu dengan orang-orang yang katanya, “luar
biasa”. Kedekatan, rasa saling berbagi dan kepedulian mereka menjadi
begitu indah di matanya. Orang-orang yang aktif menjalankan kebaikan dan
tetap menegakkan kedekatannya pada Sang Pencipta.
Beberapa kali, ia juga mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh sebuah
partai. Partai yang belum ia temui fakta mencengangkan sebelumnya.
“Mengenal lebih dekat dengan para kadernya dan beberapa kali ikut
kegiatannya membuat saya yakin bahwa PKS adalah partai terbaik,”
jelasnya.
Lita memang beberapa kali sempat ikut serta dalam kegiatan sosial yang
diadakan oleh PKS. Atas tawaran dari seorang kawannya, yang sebenarnya
juga awalnya sedikit canggung untuk mengajaknya turut serta. Tapi,
melihat kesungguhan dan tekad Lita dalam sebuah pencariannya terhadap
komunitas-komunitas kebaikan, akhirnya kawannya memberanikan diri untuk
mengajaknya. Dan seketika itu pun Lita menyanggupi dan membuat kaget
kawannya yang mengajak itu.
“PKS itu hebat, karena sudah bisa mengambil kepercayaan saya, yang
“suer” parah banget krisis kepercayaannya. Bukan hanya kader-kadernya
yang luar biasa, pemimpinnya juga luar biasa.”
Selain keikutsertaannya dalam kegiatan sosial yang diadakan PKS, Lita
bahkan tidak tanggung-tanggung memberikan keloyalitasannya pada partai
dakwah ini. Sejumlah dana yang tak sedikit berani dia salurkan untuk
membantu berjalannya kegiatan sosial PKS yang notabene ditujukan untuk
warga.
Sekarang, bahkan Lita menjadi salah satu fansnya pak Anis Matta, salah satu calon Presiden yang diusung oleh PKS.
“Maap kate, baru beberapa kali liat di youtube, Kang Anis Matta
wes menarik hati. Jawabannya cerdas, lugas, rendah hati, solid. Intinya
kok bisa ya langsung terpaut ??? Hahahaha…Bukan hatinya aja, pikirannya
juga,” terangnya ketika saya tanya kenapa suka dengan pak Anis Matta.
Sedikit bingung Lita pada dirinya sendiri, kenapa kemudian bisa jatuh
hati dengan pemimpin bernama Anis Matta. Tapi, hati terkadang memang
tidak perlu logika. Jadi, beginilah akhirnya, Anis Matta menjadi sosok
dambaan yang dia inginkan bisa menjadi pemimpin Indonesia, bisa
menjadikan negeri ini menjadi Indonesia bukan Endonesa.
No comments:
Post a Comment