Jawablah Kritik dengan Kerja Nyata. Bersama Ijin-Nya Kita Bangun Indonesia...
Thursday, March 27, 2014
Konsistensi Penerapan Hukum Tipikor
Moh Rozaq Asyhari
S3 Fakultas Hukum UI
Beberapa waktu yang lalu, setelah vonis Dedy Kusdinar (kasus Hambalang -red) saya memposting sebuah grafis yang saya buat untuk menyandingkan dua perkara, yaitu kasus LHI dan DK, seperti ini :
Berbagai tanggapan muncul, diantaranya menyatakan bahwa “sudahlah LHI sudah divonis janganlah dibela membabi buta”. Sebenarnya yang ingin saya sampaikan dalam grafis tersebut adalah konsistensi penerapan hukum, baik pada proses penyidikan, penuntutan maupun peradilan. Dalam logika saya, jenis dan berat pidana yang dilakukan seharusnya linier dengan tuntutan yang dibuat serta vonis yang dijatuhkan. Soal putusan hakim “it’s fine” kita hormati proses hukumnya sebagai suatu bentuk kepastian hukum, namun isi tuntutan dan putusan merupakan manifestasi dari keadilan hukum.
Terlepas dari persoalan tersebut, beberapa fakta persidangan semakin meneguhkan adanya kebenaran yang mulai terkuak. Berikut adalah fakta persidangan yang saya dapati, silahkan dicermati :
1. Fathanah menjual nama Mentan dan LHI
Hal ini terungkap saat persidangan Elizabet Liman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2014). Fathanah yang memberikan keterangan dibawah sumpah menyampaikan :
“Saya minta duit saya Ibu Elda itu. Saya menjual nama ustatd Luthfi. Akhirnya dikasih Rp1 miliar. Saya terus datang ke Indoguna ambil duit. Tapi bukan sama Ibu Elda (ambilnya), sama Pak Juard dan Arya dan satu lagi saya enggak tahu,“
Menurut Fathanah, uang Rp1,3 miliar itu digunakan untuk membayar biaya interior rumah sebesar Rp550 juta dan cicilan mobil sebesar Rp250 juta :
“Jadi uang itu untuk saya. Untuk saya pribadi. Ibu (Maria) kan banyak duitnya mungkin pak. Jadi saya meminta uang itu menjual nama ustad Luthfi. Itu tidak pernah ada perintah ustad. Berarti itu kan untuk saya pribadi,”
Silahkan dinilai sendiri, saya kira semua sudah dengan lugas bisa memahami arti kalimat tersebut.
Silahkan baca beritanya di sini.
2. Perkara Penipuan
Dengan pengakuan tersebut, sebenarnya perkara ini hanyalah satu sisi, yaitu hubungan antara AF dengan Maria Elizabet Liman. Dimana Fathanah sebenarnya menipu Maria Elizabet dengan mencatut nama LHI dan Mentan. Dengan kata lain, LHI dan Mentan adalah juga korban, dimana namanya dicatut oleh AF.
Mendengar pernyataan itu, Maria menuding Fathanah sebagai penipu. Lantaran telah meminta uang dengan menjual nama Luthfi. “Berarti anda penipu dong?” kata Maria sambil menunjuk Fathanah. “Ya minta maaf saja, ya bu ya,” kata Fathanah sambil mengangkat tangannya.
Oleh karenanya, delik sempurnanya perkara ini adalah 378 KUHP yaitu perkara penipuan. Silahkan dicermati, bila ada yang punya analisa berbeda, sumonggo :)
3. Fatanah Terbukti Memiliki Hutang Ke LHI
Menurut keterangan LHI dalam persidangan serupa yang diberikan dibawah sumpah Fathanah berhutang kepadanya sebesar Rp 2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Fathanah baru bisa membayar Rp 1 miliar. masih menyimpan surat perjanjian pembayaran hutang Fathanah. Menurut Lutfhi uang Rp 1 miliar itu dibayar Fathanah dengan mencicil.
Mendengar pernyataan Lutfhi, Fathanah yang saat itu duduk di sampingnya tampak menahan tawanya. Dia mengakui berhutang dengan Luthfi. Namun, sisa hutang tersebut baru akan dilunasi setelah masa tahanannya dipenjara selama 14 tahun berakhir. “Iya saya masih ada hutang. Nanti 14 tahun lagi saya bayar,” ucap Fathanah.
Dengan demikian terbukti secara meyakinkan bahwa bila ada aliran dana dari AF ke LHI adalah bagian dari pembayaran hutang tersebut. Bahkan tagihan LHI di AF masih ada 2,9 Milyar yang belum terbayarkan.
Silahkan simak beritanya di sini.
(sumber: kompasiana)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment